Mataram NTB - Kelompok pemuda di Nusa Tenggara Barat melakukan deklarasi dan dialog penolakan terhadap politik identitas pada Sabtu, (22/1). Deklarasi Pemuda Anti Politik Identitas ini dilakukan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia dan dan organisasi kemahasiswaan.
Ketua DPD KNPI NTB, Taufik Hidayat mengatakan sebagai anak muda mengawal demokrasi agar berjalan sesuai aturan dan komitmen adalah suatu keharusan.
Kata Taufik, politik identitas dari sisi opini tentu sudah diasakan bagaimana dampaknya, saat identitas-identitas tertentu itu di jadikan materi kampanye yang mendiskreditkan kelompok tertentu. Maka dari pada itu karena berpotensi memecah belah persatuan bangsa politik identitas harus di tolak
"Indonesia adalah bangsa yang besar, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural tentu kita harus rawat dan jaga agar sesuai on the track. Muda selaku elemen bangsa itu harus menjadi garda depan dalam menolak segala bentuk politik identitas yang negatif, " kata Taufik.
Ketua KNPI yang akrab di sapa Opik ini juga mengungkapkan, kegitan deklarasi dan dialog ini dilakukan guna menolak segala bentuk kampanye yang dilakukan oleh calon pada pilpres 2024 yang dilaksanakan di tempat ibadah, pondok pesantren, sekolah-sekolah akan di tolak semua.
Kata Taufik, jangan sampai lembaga pendidikan tercoreng oleh praktek-praktek politik yang tidak sesuai. Oleh karena itu, diiskusi dan deklarasi ini ingin memberikan opini yang positif terhadap masyarakat NTB.
Lanjut Taufik, saat ini pemuda dan KNPI NTB akan tetap mengawal konsesus bersama, berbangsa bertanah air khususnya pada isu politik identitas menjelang pilpres kedepan.
"Kita mendorong agar pelaksanaan pilpres kedepan sesuai dengan ketentuan damai dan aman, itu menjadi harapan besar kita. Kepentingan kita pada sore hari ini adalah, anak muda NTB menolak politik identitas siapapun dia, " tegas Taufik.
Sementara itu, anggota Bawaslu Provinsi NTB Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi (PP Datin) Suhardi, S.IP., MH., mengapresiasi apa yang dilakukan oleh KNPI NTB.
Suhardi menjelaskan, tahapan penyelenggaraan pemilu sedang berjalan. Saat hari H nanti masyarakat akan berpartisipasi untuk memilih di bilik suara tentu dalam memberikan pilihan, harus ada argumentasi sebagai refleksi. Salah satu tugas pihaknya yaitu, melakukan penanganan pelanggaran pemilu.
Suhardi juga menjelaska, pelanggaran administratif, pelanggaran etik, pelanggaran undang-undang lainnya tetap akan ada, berkutnya pelanggaran pidana pemilu dengan SARA.
"Sampai hari ini dengan metode isu sara. Sehingga, bagi bawaslu musuh yg nyata adalah potisasi sara melalui politik identitas, " tegas Suhardi.
Sementara untuk mencegah hal itu terjadi pihaknya telah melaksanakan sosialisasi terkait bahaya politisasi SARA, money politik, .
Namun kata Suhardi kenapa politik identitas ini berhebus katanya karena biayanya murah dan dapat dijangkau. Bahkan lanjut Suhardi, di WA juga menjadi sarana untuk poltik identitas.
"Generasi milenial secara teknis memiki kemampuan untuk menyebarkan sara. Tanpa memikirkan dampak terhadap sosial dan negara politik sara dan politik identitas lebih berbahaya juga dari politik uang, " imbuhnya.
Sementara itu, Taufan Abadi SH. MH., Akademisi dan juga Direktur LPW NTB mengatakan, beberapa waktu terakhir, banyak isu politik identitas di hembuskan melalui media sosial, sehingga menjadi pertarungan bahasa dan narasi. Politik indentitas, sebagai politikal marketing.
Politik identitas memunculkan toleransi dan kebebasan, politik identitas yang berkembang pada 1970-an ini banyak memunculkan kasus-kasus yang dapat melahirkan konflik kemanusiaan. Sehingga poltik identitas harus dihilangkan karena akan menimbulkan kekerasan.
"Politik identitas berbahaya untuk politik. Dari catatan pilpres lalu berdasarkan data yang di himpun oleh kelompok, " tutupnya.(red)